Setiap investasi tentu memiliki risiko tersendiri, entah itu saat kamu memilih instrumen deposito, reksa dana atau lainnya.
Risiko bisa diartikan sebagai kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sebelumnya.
Dalam dunia investasi ada istilah high risk-high return, yang artinya semakin tinggi risiko yang ada maka semakin tinggi pula keuntungan yang bisa didapatkan.
Maka dari itu, saat kamu memutuskan untuk mulai berinvestasi, kamu perlu memahami risiko apa saja yang ada.
Dengan begitu, kamu bisa memilih instrumen yang tepat dengan tujuan finansial, kondisi keuangan dan juga toleransi terhadap risiko yang ada.
Alasannya karena investasi bisa saja tidak efektif jika tak disesuaikan dengan faktor-faktor di atas.
Sayang, kan?
Kalau begitu, yuk,kita mulai membahas risiko yang ada di dalam dunia investasi berikut ini!
Daftar Isi
1. Risiko Suku Bunga
Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul dikarenakan memburuknya nilai relatif aktiva berbunga (cth: pinjaman atau obligasi) disebabkan oleh adanya peningkatkan suku bunga.
Adanya perubahan suku bunga yang ada di pasaran, tentu akan mempengaruhi pendapatan investasi atau return yang didapatkan.
Umumnya walaupun suku bunga meningkat, tapi harga obligasi berbunga tetap akan turun, begitupun juga sebaliknya.
Teknik paling tua yang masih digunakan untuk mengukur risiko suku bunga adalah menggunakan jangka waktu obligasi.
Baca juga: Ini Risiko Investasi Obligasi yang Perlu Kamu Ketahui!
Sebagai contoh, suku bunga obligasi adalah 8-10% pada umumnya, namun kemudian pemerintah mengeluarkan Sukuk Ritel yang memiliki suku bunga hingga 12%.
Dengan begitu, pastinya investor lebih suka dengan Sukuk Ritel ini.
2. Risiko Pasar
Selanjutnya adalah risiko investasi berdasarkan pasar yang disebabkan adanya fluktuasi atau naik-turunnya Nilai Aktiva Bersih (NAB).
Adapun fluktuasi tersebut disebabkan karena perubahan sentimen pasar keuangan sepeti instrumen saham dan obligasi.
Perubahan bisa terjadi karena beberapa hal seperti adanya resesi ekonomi, isu, kerusuhan, spekulasi termasuk juga perubahan politik.
Risiko investasi ini juga seringkali disebut dengan risiko sistematik (systematic risk) yang berarti risiko ini tak bisa dihindari dan pasti akan dialami oleh para investor apapun risk profilenya.
Bahkan, adanya risiko ini bisa membuat investor mendapati capital loss.
Baca juga: 4 Investasi Minim Risiko Buat Investor Pemula yang Mau Kaya!
Misalnya, ada isu kesehatan seorang presiden dari suatu negara, hal tersebut bisa saja memberikan fluktuasi nilai dari mata uang negara tersebut terhadap dolar kemudian naik.
Saat kamu menghadapi fluktuasi pasar, tidak perlu langsung panik dan langsung mencairkan dana investasi.
Alasannya, karena penurunan atau peningkatan aset seperti ini tidak terjadi secara terus-menerus, kok.
3. Risiko Inflasi
Risiko inflasi disebut juga sebagai risiko daya beli yang menunjukan bahwa nilai kas dari investasi saat ini tidak akan bernilai sebanyak di masa depan dikarenakan adanya perubahan daya beli akibat inflasi.
Akibatnya risiko ini memiliki potensi yang dapat merugikan daya beli masyarakat terhadap investasi karena adanya kenaikan rata-rata dari harga konsumsi.
Baca juga: Investasi Saham Atau Properti? Pahami Manfaat dan Risikonya Dulu
Risiko ini biasanya terjadi ketika seorang investor memegang uang tunai atau berinvestasi di instrumen yang terkait inflasi.
Nilai uang atau aset yang mereka miliki berisiko akan tergerus inflasi.
Sebagai contoh, jika seorang investor memegang 40% dari portofolio tunai Rp10.000.000 dan inflasi berjalan pada 5%, nilai tunai portofolio akan kehilangan Rp2.000.000 per tahun (Rp10 juta x 0,4 x 0,05) karena inflasi.
4. Risiko Likuiditas
Risiko investasi yang satu ini biasanya muncul diakibatkan karena kesulitan menyediakan uang tunai dalam jangka waktu tertentu.
Contohnya, ada satu pihak yang tak bisa membayar kewajibannya saat jatuh tempo secara tunai.
Walaupun pihak tersebut mungkin bisa dikatakan memiliki aset yang cukup bernilai untuk melunasi kewajiban utangnya, tapi di saat aset tersebut tak bisa dikonversikan menjadi uang tunai maka bisa dikatakan asetnya tidak likuis.
Adapun hal ini bisa saja terjadi jika pihak yang memiliki utang tersebut tak bisa menjual hartanya karena tidak ada pihak lain yang minat untuk membeli.
Baca Juga: Mengenal Perbedaan Aset dan Likuiditas
Tapi perlu dicatat kalau risiko likuiditas berbeda dengan penurunan drastis harga aktiva.
Pada kasus penurunan harga aktiva, pasar berpendapat bahwa aktiva tersebut tidak bernilai.
Sedangkan pada kasus risiko likuiditas, kemungkinan terjadi karena tidak ada pihak yang berminat menukar atau membeli aktiva karena kesulitan mempertemukan kedua belah pihak.
Maka dari itu, risiko likuiditas biasanya kemungkinan besar terjadi kepada pasar yang baru tumbuh atau bervolume kecil.
Risiko ini memiliki keterkaitan dengan percepatan sekuritas yang diterbitkan oleh pihak perusahaan, yang bisa diperdagangkan di pasar sekunder.
5. Risiko Valas atau Nilai Tukar Mata Uang
Risiko Valutas Asing (Valas) adalah risiko yang disebabkan adanya perubahan kurs valuta asing di pasaran.
Perubahan ini tidak lagi sesuai dengan yang diharapkan terutama pada saat nilainya dikonversikan ke mata uang domestik.
Gampangnya risiko investasi ini, berkaitan dengan adanya fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Umumnya risiko valas disebut sebagai currency risk atau dengan exchange rate risk.
Baca Juga: Kurs: Pengertian, Jenis, serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Sebagai contoh, investor ingin menanamkan investasi yang mengharuskannya menggunakan mata uang US Dollar atau US$.
Di saat yang sama kurs rupiah terhadap US$ lemah, sehingga investor harus mengeluarkan rupiah dengan jumlah yang lebih banyak dari pada ketika nilai rupiah menguat.
Oleh sebab itu, menguatnya dolar terhadap rupiah bisa memberikan kerugian.
6. Risiko Negara
Risiko ini bisa juga disebut sebagai risiko politik.
Alasannya karena hal ini didasarkan pada kondisi perpolitikan negara dan berkaitan dengan perubahan ketentuan perundang-undangan yang membuat pendapatan menurun.
Bahkan nih, bukan hal yang tidak mungkin jika investasi yang sudah ditanam akhirnya hilang begitu saja atau merugi karena perubahan ketentuan hukum perundang-undangan.
Oleh sebab itu, jika ada investor yang akan menanamkan modal di luar negeri, memang lebih baik untuk melihat kondisi politik negara tersebut.
Jika kondisi politik baik, maka akan berdampak positif juga bagi perjalanan investasi ke depannya.
7. Risiko Re-investment
Risiko terakhir yang harus diketahui oleh investor adalah re-investment atau risiko yang terjadi pada penghasilan dari suatu aset keuangan yang mengharuskan mereka untuk melakukan aktivitas penginvestasian kembali.
Ketika melakukan re-invest, besar peluangnya kalau arus kas investasi akan menghasilkan imbal hasil yang lebih rendah saat diinvestasikan kembali ke instrumen investasi lainnya.
Sebagai contoh, investor memiliki portofolio obligasi dengan kupon 3,45% untuk periode 5 tahun.
Nah, setelah lima tahun ternyata imbal hasil obligasi tersebut turun menjadi 2,55%.
Tapi kabar baiknya, karena return obligasi yang dimiliki investor tersebut termasuk dalam bunga flat rate, maka investor menerima semua pembayaran bunga sebesar 5% dan pokok investasi sesuai kesepakatan.
Masalah akan terjadi ketika investor tersebut menginvestasikan kembali uangnya untuk membeli obligasi lain di kelas sama (yang saat ini bunganya sudah turun menjadi 2,55%), maka tentu dia tidak lagi menerima bunga kupon 5% melainkan nilai bunga yang berlaku saat ini.
Jadi, saat akan melakukan re-invest, investor harus benar-benar memahami bagaimana caranya agar bisa mengatur atau mengelola risiko investasi ini.
Baca Juga: Apa Itu Efek Compounding Dalam Investasi dan Seperti Apa Manfaatnya?
Nah sekarang, tentu kamu sudah paham bagaimana risiko dari investasi dapat mempengaruhi keuntungan atau kerugian investasi.
Berbagai macam risiko lainnya juga harus kamu perhatikan dengan baik termasuk ketika berhubungan dengan bunga deposito atau jenis investasi lainnya.
Baca juga: Investasi SBR vs Deposito, Lebih Untung Mana?
Setiap investasi memiliki risiko baik risiko itu besar atau kecil.
Ketika risiko kecil, maka kamu bisa membiarkannya saja.
Sedangkan ketika risiko tersebut berimplikasi besar terhadap nilai investasi kamu, maka sebaiknya lakukan berbagai tips tentang mengelola risiko investasi yang sesuai dengan jenis investasi yang dipilih.
Katakanlah Kamu memilih untuk mendanai di KoinP2P dari KoinWorks dengan return hingga 18% per tahun sebagai instrumen alternatif investasi.
Hanya dengan Rp100.000 saja kamu sebagai pendana sudah bisa menyalurkan pinjaman kepada para peminjam yang berasal dari UMKM di Indonesia.
Mengenai risikonya, kamu tidak perlu khawatir, karena KoinWorks menyediakan dana proteksi hingga 100%, selain itu KoinWorks juga sudah berizin dari OJK sehingga membuat tentu membuatmu akan merasa lebih aman.
Semoga semua informasi di atas bermanfaat ya!