Tidak bisa dipungkiri, kredit tanpa agunan atau KTA diminati oleh masyarakat khususnya mereka yang ingin mendapatkan solusi finansial jangka pendek. Apalagi dengan iming-iming “tanpa agunan” membuat mereka tanpa ragu mengajukan KTA di berbagai bank. Ditolak bank yang satu, mengajukan bank yang lain. Ditolak bank kedua, masih mencoba ke bank ketiga. Ditolak bulan ini, coba lagi bulan ketiga. Dan seterusnya.
Kredit Tanpa Agunan seperti ini memang memiliki kelebihan tersendiri. Selain tidak perlu memberikan jaminan seperti sertifikat rumah, BPKB kendaraan bermotor, atau SK Pegawai Negeri Sipil, proses pencairannya pun relatif lebih cepat. Jika kredit lain membutuhkan waktu sebulan hingga tiga bulan baru ada kepastian, maka KTA biasanya hanya butuh waktu tiga hari kerja atau paling lama dua minggu. Dan kelebihan lainnya, Anda tidak perlu datang ke bank dan mengajukan aplikasinya. Pihak banklah (yang diwakili oleh pihak marketing) yang datang ke kantor Anda dan membawa formulirnya. Bahkan mereka rela menunggu Anda kalau memang saat itu Anda tidak bisa diganggu. Terkadang, jika aplikasinya ditolak, pihak marketing akan menghubungi Anda lagi dan menawarkan KTA dari bank lain. Bahkan mereka tidak segan-segan memberikan masukan agar KTA Anda disetujui. Tentu ini berkaitan dengan fee mereka dari setiap nasabah yang berhasil mendapatkan approval dari pihak bank.
Namun, meski terlihat mudah dan “menggiurkan”, KTA memiliki kekurangan. Dari sisi bunga, kredit jenis ini sangat memberatkan debitur. Ambil contoh misalnya Anda meminjam uang 10 juta rupiah selama satu tahun. Maka jika ditotal hingga akhir masa peminjaman, Anda harus membayar kepada bank sebesar Rp.11.200.000. Cukup besar, bukan? Kalau Anda telat membayar, maka bunganya akan berbunga. Banyak kasus yang terjadi di Indonesia saat seorang debitur awalnya hanya berhutang 100 juta rupiah, namun karena dia tidak sanggup membayar cicilannya, lama kelamaan hutangnya membengkak menjadi ratusan juta rupiah. Di Bintaro, Tangerang, ada seorang wanita karir yang awalnya meminjam kurang lebih 25 juta rupiah dari KTA salah satu bank swasta. Untuk menututup cicilannya, ia meminjam lagi KTA dari bank lain. Demikian caranya dalam mengatur hutang piutangnya. Namun lima tahun kemudian, hutangnya tidak lagi (harusnya hanya) Rp.26.250.000, tapi membengkak menjadi 800 juta rupiah! Pihak bank sudah mengutus debt collector untuk menagih secara kasar ke rumahnya. Berbagai cara ia tempuh untuk menutupnya. Hal yang paling realistis yang bisa dilakukan adalah dengan membayar cicilan 300 ribu rupiah per bulan. Tentu saja itu jauh dari cukup dari cicilan yang harusnya ia bayar.
Banyak pakar investasi yang sudah memberikan nasehat untuk tidak mengambil KTA. Apalagi kalau cuma sekedar untuk memenuhi nafsu konsumtif. Misalnya karena ingin membayar DP mobil baru, merenovasi rumah yang sebenarnya belum begitu mendesak, beli gadget baru, dan sebagainya. KTA hanya betul-betul boleh digunakan sebagai solusi apabila Anda butuh modal yang sangat mendesak untuk usaha Anda. Itu pun Anda sudah bisa memperhitungkan sumber pembayarannya dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melunasinya. Atau untuk biaya rumah sakit yang tidak dikover oleh asuransi. Seperti perawatan orang tua yang memang tidak termasuk dalam tanggungan pemegang polis. Di sini Anda bisa menggunakan KTA sebagai solusi. Tapi sekali lagi, Anda harus sudah memiliki gambaran sumber pembayarannya dan mengantisipasi apabila sumber tersebut sudah “kering”. Kalau cicilannya bisa ditutup dari gaji, pertimbangkan faktor kalau Anda tiba-tiba diberhentikan secara mendadak oleh perusahaan. Dari mana Anda membayar KTA tersebut?
Untuk mengajukan KTA, biasanya yang diperhatikan pertama kali adalah total penghasilan bulanan Anda dan dicocokkan dengan jumlah pinjaman yang diajukan. Biasanya bank akan menyetujui untuk cicilan dengan jumlah maksimal 30 persen dari penghasilan bulanan Anda. Selain itu, rekam jejak Anda selama menjadi debitur. Jika Anda punya cicilan motor dan track record Anda selalu telat dalam membayar bulanannya, maka tipis kemungkinan KTA tersebut bisa dicairkan. Dan pertimbangan lainnya adalah dari diri Anda sendiri. Berapa sumber penghasilan yang bisa membantu Anda membayar tagihan bulanan KTA? Jika hanya satu, apa antisipasi yang bisa dilakukan apabila sumber tersebut tidak lagi produktif?
Kredit Tanpa Agunan memang solusi jangka pendek. Namun sekali lagi, jika Anda tidak kepepet, lebih baik tidak perlu mengajukannya.