Bunga Deposito VS Investasi Saham, Lebih Untung Mana?

Seperti yang sudah pernah diungkapkan pada tulisan-tulisan sebelumnya, deposito tidak sama dengan investasi.

Jika investasi memberikan pertumbuhan nilai, deposito hanya memberikan pertumbuhan nominal. Deposito cenderung memiliki resiko yang sangat rendah.

Paling maksimal adalah apabila bank tersebut dilikuidasi oleh pemerintah akibat kredit macet. Itupun masih dijamin oleh lembaga pemerintah seperti LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Jadi nasabah tidak perlu khawatir akan kehilangan uangnya.

Sedangkan investasi, selain memiliki resiko kegagalan yang tinggi, juga berpotensi kehilangan asetnya sama sekali. Investasi tidak menjamin penghasilan yang tetap sebagaimana depositor.

Meski demikian, kelebihan investasi adalah potensi revenue­-nya yang tinggi dan bisa diperjualbelikan kepada pihak lain. Dan deposito, sebagaimana kita ketahui, tidak bisa dipindahtangankan melalui sebuah transaksi.


Saat krisis moneter tahun 1997 yang lalu, suku bunga deposito sangat tinggi sehingga orang berlomba-lomba menanamkan uangnya ke sana.

Potensi keuntungannya bisa berlipat-lipat dibanding saat kondisi normal. Keberanian pihak bank menawarka bunga yang tinggi dari biasanya tersebut disebabkan karena kondisi arus kasnya yang terhambat dan dunia perbankan saat itu membutuhkan “darah segar” berupa suntikan modal yang baru.

Salah satu sumbernya adalah dana tabungan masyarakat. Dan untuk menarik minat mereka, tentu harus ada “gula-gula”-nya.

Baca Juga: Bagaimana P2P Fintech Lending Mampu Memberdayakan Masyarakat?

Dan bunga simpanan yang tinggi adalah daya tarik yang dijual oleh pihak bank. Hanya dalam tiga bulan saja, nasabah bisa mendapatkan “passive income” yang cukup tinggi dari simpanannya di deposito.

Bandingkan dengan saat tidak terjadi krisis. Namun sekali lagi, kondisi seperti ini sangat jarang terjadi, kecuali kalau kamu berharap setiap tahun Indonesia mengalami krisis moneter.

Baca Juga: 3 Jenis Investasi Menguntungkan yang Layak Dicoba

Simulasi Perbandingan Bunga Deposito dengan Saham

Bagaimana membandingkan antara bunga deposito dengan investasi, khususnya investasi saham? Anggap saja kita mengambil angka optimistik bahwa suku bunga deposito adalah 10 persen per tahun.

Simulasinya, kamu memiliki dana Rp 10 juta yang kamu tanam ke deposito berjangka selama satu tahun. Di bulan terakhir, kamu akan mendapatkan dana tambahan sebesar Rp 1,1 juta di mana Rp 1 juta itu adalah hasil “investasi” kamu. Cukup lumayan untuk uang yang tidak kamu “apa-apakan” selama satu tahun.

Nah, bagaimana jika dana sebesar 10 juta tersebut kamu alihkan ke saham? Misalnya kamu mulai membeli saham perusahaan properti sebesar Rp 500 per lembar.

Dengan dana Rp 10 juta, maka kamu akan mendapatkan 20 ribu lembar atau 40 lot (1 lot 500 lembar). Taruhlah kita mengambil angka pesimis, yaitu pertumbuhan nilai saham per lembar dalam satu tahun ke depan hanya Rp 100.

Artinya, di akhir masa investasi kamu, harga saham perusahaan properti tersebut menjadi Rp 600 per lembar. Maka jika dikalikan 20 ribu lembar, profit bersih kamu terhadap saham tersebut adalah Rp 2 juta.

Lebih tinggi dari bunga deposito, bukan? Ini belum termasuk kalau kamu mendapatkan dividen dari komisaris.

Sebagai pemegang saham, meski hanya nol koma sekian persen, kamu tetap berhak mendapatkan bagi hasil dari keuntungan perusahaan sesuai dengan porsi dan komposisi  kepemilikan.

Bagaimana kalau kamu menyimpan untuk jangka waktu dua tahun? Perhitungannya hampir sama. Untuk deposito, maka kamu akan mendapatkan keuntungan dari bunga sebesar Rp 1.210.000 hasil dari simpanan yang sudah termasuk bunga di tahun pertama.

Total simpanan plus bunga di tahun kedua menjadi Rp 11.331.000. Sedangkan untuk saham, masih dengan nilai investasi yang sama (Rp 10 juta).

Jika di tahun kedua nilainya meningkat lagi menjadi Rp 700 per lembar, maka dengan profit sebesar 200 perak per lembar tersebut kamu akan mendapatkan total Rp 4 juta. Sangat menguntungkan dibanding sekedar menyimpan deposito.

Namun tentu saja high risk high return dan low risk low return. Harga saham bisa saja tiba-tiba turun drastis karena kondisi yang tiba-tiba muncul. Ambil contoh kasus tertangkapnya Direktur Utama Agung Podomoro Group oleh KPK.

Penangkapan tersebut sangat berpengaruh terhadap harga saham. Termasuk pula transaksi bisnis atau kondisi industrinya.

Oleh karena itu, jika kamu tetap ingin berinvestasi pada saham, apalagi untuk jangka panjang, ada baiknya kamu membeli saham-saham blue chip yang memang terbukti “tahan banting” dalam kondisi ekonomi apapun.

Dapatkan berbagai informasi seputar Investasi & Keuangan Pribadi lainnya hanya di KoinWorks.

Tentang Penulis
Kalkulator finansial untuk hitung kebutuhan kamu

Hitung semua keperluan finansial kamu cukup di satu tempat