Berinvestasi adalah kebutuhan hidup. Benarkah? Ya, tepat sekali! Anda butuh investasi, butuh menyimpang uang dalam jumlah tertentu dan berharap uang tersebut akan “beranak-pinak” ke depannya. Investasi seperti kebutuhan makan dan minum, tempat tinggal, dan termasuk juga kebutuhan jiwa. Banyak orang berharap uang simpanannya di deposito, reksadana, saham, emas dan lainnya bisa meningkat nilainya ketika jatuh pada akhir tempo. Investasi adalah kebutuhan. Bisa dikatakan, bukan sekedar kebutuhan sekunder, melainkan juga kebutuhan primer.
Banyak orang yang di hari memasuki masa pensiunnya hanya mengandalkan tabungan dan deposito. Tidak buruk memang, namun masih kurang bergigi untuk menjamin kehidupan di hari tua. Seberapa besarnya uang tabungan, tetap saja akan habis. Tabungan tidak sama dengan investasi karena tabungan tergerus inflasi. Jika seseorang menabung selama 25 tahun meniti karir dengan nominal nilai yang sama dan di masa pensiun memiliki dana sebesar satu miliar rupiah, nilainya tidak sama dengan satu miliar yang ia targetkan 25 tahun yang lalu. Pada masa tersebut, dengan dana satu miliar ia bisa membeli tiga rumah mewah di pusat kota. Namun pada saat ini, uang sebesar itu hanya bisa membeli tiga rumah menengah di pinggiran kota. Menabung di deposito bukan investasi.
Jadi, apa yang dimaksud dengan investasi? Jika menggunakan ilustrasi sederhana, apabila uang Anda hari ini bisa untuk membeli satu buah mobil Toyota terbaru dengan fitur-fitur dan teknologi yang juga mutakhir, kemudian Anda menyimpan uang tersebut selama lima tahun. Lalu di tahun kelima, jumlah total dana Anda tersebut juga bisa membeli mobil Toyota terbaru dengan fitur yang juga paling update. Maka instrumen di mana Anda memilih untuk menyimpan uang itulah yang disebut investasi.
Investasi adalah sebuah instrumen yang membuat dana Anda bertumbuh. Sedangkan tabungan adalah instrumen yang membuat Anda tetap memiliki uang meski nilainya tidak bertambah. Pada masa lalu, instrumen tabungan adalah inovasi dari kebiasaan masyarakat menyimpan uang di bawah kasur. Saat bank-bank mulai didirikan, dan masyarakat juga mulai menyimpan uangnya ke bank, muncullah inovasi baru berupa kartu ATM alias Automathic Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri. Gencarnya bank dalam berpromosi ditambah dengan program-pogram inovatif bank untuk menggaet nasabah baru membuat orang berpikir bahwa menabung adalah investasi. Padahal jelas hal itu tidak sama meski terlihat mirip.
Hari ini, ketika pendidikan masyarakat mulai meningkat, kelas menengah tumbuh signifikan, dan kesadaran “melek finansial” juga menjadi isyu penting bagi para profesional muda, maka investasi saat ini sudah mulai bergeser dari sekedar menabung menjadi menumbuhkan. Ini berpengaruh terhadap munculnya produk-produk investasi dari lembaga perbankan serta lahirnya lembaga-lembaga pengelola keuangan yang sudah diakreditasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Masyarakat kini sudah mulai tidak asing lagi dengan instrumen seperti reksadana, bursa berjangka, saham dan sebagainya. Sepuluh tahun yang lalu, untuk berinvestasi pada saham butuh dana minimal 50 juta rupiah. Sekarang, mahasiswa yang hanya punya uang 100 ribu rupiah pun sudah bisa membuka akun di perusahaan broker saham.
Instrumen-instrumen investasi adalah banyak jenisnya, mulai dari bentuk aset fisik maupun non fisik. Jika aset fisik, kita kenal dengan logam mulia yang bisa didapat dengan sertifikasi ANTAM. Logam mulia pun memiliki tingkat likuiditas yang cukup tinggi, bisa dijual di ANTAM atau toko emas. Selain itu ada aset non fisik seperti saham. Dibeli melalui perantara perusahaan broker. Lalu ada juga forex alias perdagangan mata uang asing yang saat ini marak dilakukan oleh investor kecil maupun kakap.
Untuk memilih instrumen investasi, selain membutuhkan pengetahuan kekinian mengenai tren yang terjadi pada jenis instrumen tersebut, juga dibutuhkan nasehat dari para pelaku investasi yang sudah malang melintang bermain di berbagai macam instrumen. Ada yang fokus di forex, ada pula yang hanya bermain di saham. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, resiko dan peluang. Anda bisa memetakan diri Anda sendiri dilihat dari kemampuan serta keberanian dalam menanggung resiko apabila merugi.
So, sudah siap berinvestasi?