Jurnal Investasi untuk Pedoman Investasi

Investasi itu ibarat pendidikan, juga membutuhkan edukasi. Berinvestasi pada sesuatu bisa menjadi gagal apabila seorang investor memang tidak bisa membaca tren pasar, kondisi perekonomian global dan dalam negeri, perubahan karakter konsumen, stabilitas politik, regulasi pemerintah, perubahan kebijakan ekonomi zona khusus dan sebagainya. Banyak kasus yang berakibat meruginya bisnis-bisnis yang sudah puluhan tahun berdiri secara mapan hanya karena mereka tidak bisa membaca tren pasar. Contoh yang paling anyar adalah jasa transportasi. Dulu, kalau ingin bepergian dengan taksi, nama yang muncul dalam benak konsumen adalah Blue Bird. Sistem dan pelayanannya yang prima membuat orang “jatuh cinta” pada taksi yang identik dengan logo burung warna biru tersebut. Bahkan manajemen Blue Bird memberikan garansi ganti rugi apabila ada penumpang yang minta dijemput ke rumah untuk pergi ke bandara, namun taksi pesanannya itu tidak datang atau telat jemput yang berakibat penumpang ketinggalan pesawat. Maka manajemen akan menggantikan uang tiket seratus persen sebagai tanda pertanggungjawaban. Ini yang membuat konsumen percaya terhadap moda transportasi ini dibandingkan brand lainnnya.

 

Namun karena ketidakmampuan membaca situasi, atau tren teknologi dan bisnis yang berkembang demikian pesat sehingga tidak bisa diprediksi oleh pelaku industri, kehadiran Uber, Gojek, GrabBike menggeser dominasi pasar transportasi di Indonesia 180 derajat. Tidak ada yang menyangka kalau kedigdayaan Blue Bird runtuh dalam waktu yang relatif singkat dengan kehadiran aplikasi-aplikasi tersebut. Orang lebih memilih naik Gojek yang ‘tinggal dipanggil’ dibandingkan harus jalan ke luar dan mencari sendiri. Konsumen lebih suka dengan Uber yang hanya dengan modal handphone bisa hadir menjemput mereka. Atas pengaruh yang cukup besar dari perusahaan-perusahaan start ups ini, maka muncullah gerakan “perlawanan” dari supir-supir Blue Bird beberapa waktu yang lalu. Manajemen, dan juga para karyawan perusahaan benar-benar tidak siap dan tidak mampu mengantisipasi munculnya kompetitor baru yang tidak diprediksikan sebelumnya.

 

Demikian pula dengan Nokia, brand yang sempat dijuluki sebagai “hape sejuta umat”.  Dominasinya di pasar global sangat terlihat. Di era 2000-2010, siapa yang tidak kenal dengan handphone yang berasal dari Finlandia ini? Nokia Communicator yang dirilis sekitar tahun 2003-2004 pun menjadi barang mewah yang hanya kalangan tertentu saja yang bisa memilikinya. Mereka yang punya Communicator tersebut bisa dikategorikan sebagai kaum profesional yang sibuk, mobile dan tentunya “berduit”. Tapi sekarang, di tengah-tengan dominasi Samsung S7, Oppo, iPhone, maupun Xiamoi, menggunakan Nokia Communicator akan dianggap sebagai orang yang ketinggalan zaman alias “jadul”. Di saat terjadi perubahan karakter konsumen dari yang mencari handphone untuk kebutuhan komunikasi menjadi kebutuhan hiburan, Nokia tidak mampu beradaptasi. Akibatnya, perusahaan itu bangkrut.

 

Untuk mengantisipasi hal buruk seperti itu, seorang investor harus sering-sering memperbaharui pengetahuannya melalui jurnal investasi yang bisa didapat dari toko buku atau internet.  Membaca buku atau majalah bisnis juga bisa membantu para investor untuk memetakan perubahan yang tidak mereka duga. Kasus-kasus di atas menjadi pelajaran penting tentang bagaimana membuat sebuah bisnis tetap berjalan dengan mengantisipasi apa yang tidak terduga sebelumnya. Apalagi jika Anda adalah seorang investor, maka sangat dianjurkan untuk terus mempelajari bidang usaha Anda meski Anda tidak terjun secara langsung. Jangan menyerahkan sepenuhnya pada pengelola karena mereka juga butuh bimbingan dan masukan dari Anda agar bisnisnya bisa berjalan lancar. Apalagi kalau sebelumnya Anda punya pengalaman profesional di bidang tersebut.

 

Jika Anda memutuskan menanamkan modal untuk sebuah usaha dengan sistem peer to peer lending melalui KoinWorks, maka yang perlu Anda perhatikan adalah prospek bisnis tersebut di masa depan. Bagaimana tren pasar di dalam negeri apakah cukup bisa menerima produk atau jasa tersebut? Bagaimana ukuran pasarnya, apakah cukup besar atau niche?  Setelah itu barulah Anda masuk pada profil pendirinya, bagaimana rekam jejaknya selama ini, dan apakah pengalaman sebelumnya berkaitan erat dengan bidang usaha yang saat ini sedang dijalankan. Semua itu harus menjadi pertimbangan sebelum Anda akhirnya memutuskan untuk berinvestasi pada bidang usaha tersebut. Semua ini untuk meminimalisir potensi kerugian di masa akan datang.

Dapatkan berbagai informasi seputar Tips & Trik lainnya hanya di KoinWorks.

Tentang Penulis
Noviyanto Ewanjaya

Noviyanto Ewanjaya

Head of User Experience for KoinWorks
Kalkulator finansial untuk hitung kebutuhan kamu

Hitung semua keperluan finansial kamu cukup di satu tempat

Punya uang Rp.100 Ribu? Mulai pendanaan sekarang dan dapatkan keuntungan hingga 14,5%.