Perry Tristianto, seorang pebisnis lahir tahun 1960 di kota Bandung . Ia sudah memulai bisnis sejak dia masih kuliah ambil jurusan Administrasi Niaga Universitas Parahyangan Bandung, UNPAR.
Awalnya, ia membuka peternakan ayam tepat di rumah keluarganya. Saat itu, jumlah ayam yang ia miliki hingga 1500 ekor.
Pada saat itu, omset yang bisa diterima kira-kira 600 ribu tiap bulan. Usaha ini kemudian ia tinggalkan lantaran ia melanjutkan kuliah di Stanford College, Singapura ambil Jurusan Administrasi Bisnis.
Warga Bandung, pasti sudah mengenalinya dengan baik atau paling tidak sudah pernah datang ke salah satu bisnisnya. Beberapa bisnisnya yang kemudian menjadikannya sebagai raja FO adalah;
- Rumah Model (FO/distro), lokasi di Setiabudhi
- The Secret (FO/distro), lokasi di Jalan Aceh
- The Big Price Cut (FO/distro), lokasi di Jalan Aceh
- Bali Heaven (kuliner), lokasi di Pasteur
- Kampung Baso (kuliner)
- Rumah Sosis (kuliner)
- The Ranch (wisata kuda), lokasi di Lembang
Itu hanya beberapa, belum lagi termasuk bisnis propertinya. Beberapa FO yang ia miliki di Bandung, menjadikan namanya terkenal dengan sebutan Raja FO.
Memang Perry Tristianto atau diakrab Perry memiliki jiwa bisnis yang sangat kuat. Itu semua dimulainya sejak ia kembali dari Singapura pada tahun 1984.
Baca Juga: Cara Efektif dalam Menemukan Ide Bisnis yang Tepat
Awalnya, ia bekerja menjadi seorang direktur di Alpine Record, perusahaan yang bergerak pada rekaman kaset. Gaji yang ia peroleh dari bekerja sebagai direktur sekitar Rp 500 ribu tiap bulan.
Pekerjaan ini nampaknya tidak membuatnya puas, selain karena perusahaan tersebut gulung tikar setelah Perry bergabung 4 tahun.
Setelah ia resmi keluar karena memang perusahaan itu ambruk tak mampu membayar para artis, kemudian ia rela banting stir, dari seorang direktur menjadi seorang pengusaha.
Awal usahanya masih bisa dibilang kelas recehan. Ia menjadi pengusaha kaos dengan gambar para penyanyi kelas dunia seperti Al Jarreau, Shakatak juga Michael Frank.
Modal awal usaha ini dari tabungan selama ia bekerja di industri rekaman tersebut. Rupanya, bisnis kaos ini mulai berkembang cukup lumayan baik.
Setelah itu, kemudian dia membuka outlet kecil-kecilan di rumah orang tuanya tepatnya di Jalan Cihampelas yang merupakan kawasan Jeans terbesar di kota Bandung pada waktu itu.
Selanjutnya, ia mulai merambah untuk memproduksi busana berbahan jeans dengan brand atau merk Blue Notes.
Saat itu, terlihat ia mulai menyukai bisnis ini lantaran dalam satu bulan, ia mampu menjual 20 hingga 30 ribu potong. Memang tidak dibayangkan sebelumnya, dengan modal bisa dikatakan recehan, kemudian menjelma menjadi bisnis omset jutaan saat itu.
Seiring perkembangan Blue Notes, brand ini mampu menembus Department Store yang terkenal saat itu.
Namun, Perry terlihat kecewa dengan kontrak atau kerjasama dengan pihak department store tersebut hingga ia memutuskan untuk tidak memasarkan produknya di sana.
Baca Juga: 10 Ide Bisnis Online yang Wajib Dicoba Sekarang Juga
Waktu itu, usahanya sempat sedikit goyang lantaran toko yang mengambil produk Perry tidak bisa langsung melunasinya atau baru 4 bulan setelah semua barang laku.
Usai Blue Notes, dia mengembangkan sayap di bisnis busana retail di Jakarta dan Bandung di 14 perumahan. Tujuan awalnya untuk bisa mendatangkan banyak uang.
Bisnis retail ini bernama Gudang Stock, berbentuk seperti warung pakaian. Tidak diduga, bisnis ini mendapat sambutan fantastis dari masyarakat atau konsumen.
Selanjutnya, pada tahun 1995, ia membuka bisnis yang fokus pada busana sisa ekspor dengan nama The Big Price Cut. Modalnya hutang dari Bank Danamon sebesar Rp 250 juta.
The Big Price Cut memiliki moto ‘We Cut the Price but Not the Quality’. Ini bisa dikatakan sebagai outlet terbesarnya kala itu. Lokasinya berada tepat di depan Graha Manggala Siliwangi Bandung.
The Big Price Cut berkembang sangat pesat hingga ia rela menutup semua bisnis retailnya dan fokus di sini. Tidak puas, ia mulai membangun FOS atau Factory Outlet Store tahun 1999.
Tahun 2000, ia membuka lagi FO dengan nuansa batik bernama Rich & Famous berlokasi di Dago. Setelah bisnis FO ini, kemudian ia mulai merambah ke dunia kuliner serta property hingga saat ini. Bagaimana, apakah Anda terinspirasi?