Apa yang sebenarnya terjadi pada Revlon? Perusahaan kosmetik ini ajukan permohonan status bangkrut pada bulan Juni 2022.
Setelah beroperasi selama 90 tahun, Revlon akhirnya mengajukan permohonan status bangkrut kepada Pengadilan Kepailitan Amerika Serikat, di New York.
Revlon mengajukan kepailitan dan meminta izin untuk terus beroperasi agar dapat membayar utang-utang sesuai peraturan Bab 11 pada Undang Undang Kepailitan Amerika Serikat.
Di Bab 11, atau yang biasa disebut dengan Charter 11, sebuah bisnis diizinkan untuk tetap beroperasi agar dapat membayar utang-utang kepada kreditur dan/atau untuk melakukan restrukturisasi bisnis.
Namun, sebenarnya apa sih yang menyebabkan Revlon bisa berada pada kondisi di ujung tanduk seperti itu?
Daftar Isi
Sejarah Singkat Revlon
Sebelumnya kita lihat dulu sejarah panjang perusahaan kosmetik ini.
Bisnis Revlon didirikan pada Maret 1932 di New York, Amerika Serikat, oleh Charles Revson, Joseph Revson, dan Charles Lachman.
Sepertinya sudah langsung ketahuan ya nama “Revlon” di ambil dari mana.
Produk pertama yang mereka keluarkan adalah cat kuku (nail polish/enamel).
Pada akhir tahun 1950-an, Revlon mulai melebarkan ke usahanya ke luar negeri. Sebut saja negara-negara seperti Jepang, Prancis, Italia, dan banyak negara-negara Amerika Selatan serta Asia lainnya.
Perubahan kepimpinan perusahaan baru terjadi pada tahun 1975, di saat Charles Revson meninggal dunia.
Michel Bergerac yang saat itu menjabat sebagai Presiden dari perusahaan Revlon, meneruskan ekspansi bisnis kosmetik perusahaan tersebut, hingga akhirnya ia pun digantikan oleh Ronald Perlemen di tahun 1985.
Produk Revlon
Revlon terkenal akan banyak jenis produk kosmetik yang diproduksinya.
Namun, bisnis tersebut tidak hanya mengandalkan kosmetik saja. Revlon juga menggeluti bisnis skincare, parfum, dan perlengkapan perawatan diri lainnya.
Revlon pun tercatat banyak mengakuisisi perusahaan lain, untuk menambah jenis produk yang bisa diproduksi dan dijual.
Contohnya, pada tahun 2016, Revlon membeli salah satu pesaingnya, yaitu Elizabeth Arden, dengan nilai transaksi mencapai 870 juta dolar Amerika Serikat.
Lalu, dengan bisnis yang cukup besar hingga mampu membeli salah satu kompetitor, mengapa Revlon perlu mengajukan permohonan bangkrut?
Kenapa Revlon Ajukan Bangkrut?
Apa yang menyebabkan Revlon harus mengajukan permohonan pailit?
Yuk, kita bahas satu per satu alasan yang mungkin menjadi batu sandungan bagi Revlon.
1. Terlalu mengandalkan bisnis ritel
Di Indonesia, kita pun banyak melihat produk Revlon dijual di pusat-pusat perbelanjaan.
Begitu juga dengan di Amerika Serikat.
Revlon sangat mengandalkan penjualan melalui toko-toko ritelnya.
Sementara itu, dengan semakin maraknya bisnis online secara global, pengunjung pusat perbelanjaan seperti mall menjadi berkurang drastis.
Salah satu laporan yang disusun Credit Suisse pada tahun 2017 menyatakan bahwa diperkirakan sekitar 20-25% mall di Amerika Serikat terpaksa menutup bisnis mereka karena sepinya pengunjung.
Laporan ini bahkan dibuat sebelum pandemi COVID melanda seluruh dunia.
Dengan hanya mengandalkan toko fisik sebagai media promosi dan penjualan yang utama, tentu Revlon mendapatkan tantangan yang berat untuk menjual beragam produknya.
2. Digempur bisnis online
Hal berikutnya yang juga membuat Revlon kesulitan mengembangkan bisnis adalah gempuran bisnis kosmetik online, dan juga produsen-produsen kosmetik baru yang dibuat oleh para selebritis.
Sebut saja merek seperti Fenty Beauty (Rihanna), Kylie Cosmetics (Kylie Jenner), Honest Beauty (Jessica Alba), dan Rare Beauty (Selena Gomez) adalah brand kosmetik yang juga bersaing dengan Revlon di Amerika Serikat.
Merek-merek ini ternyata lebih diminati oleh para konsumen yang berusia remaja dan juga yang beranjak dewasa.
Dengan munculnya merek-merek baru tersebut, dengan konsep bisnis yang lebih menarik dan sesuai karakter konsumen saat ini, Revlon kesulitan untuk masuk ke pasar anak-anak muda tersebut.
3. Masalah supply chain
Masalah selanjutnya adalah mengenai rantai pasokan.
Revlon juga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan bahan baku untuk beragam produknya.
Hal ini diperparah dengan kacaunya rantai pasokan bahan baku saat COVID-19 mulai melanda, hingga sampai saat ini.
Dikabarkan harga bahan baku yang mereka butuhkan mengalami kenaikan hingga mencapai 30%.
4. COVID-19
Seperti bisnis lainnya yang terdampak COVID, Revlon jelas terkena dampaknya.
Selain yang telah disebutkan di atas, peraturan lockdown dan karantina di beberapa negara membuat kebutuhan akan kosmetik berkurang secara drastis.
Terutama di tahun 2020 dan 2021.
Jika kamu tidak bisa bepergian, lalu buat apa berdandan? Mungkin itu yang ada di pikiran kebanyakan konsumen Revlon.
5. Utang yang menggunung
Akumulasi dari semua masalah di atas, membuat Revlon kesulitan untuk mendapatkan pemasukan.
Tetapi, bisnis harus tetap berjalan. Revlon pun akhirnya harus mengajukan pinjaman.
Per bulan Juni tahun ini, Revlon memiliki utang jangka panjang sebesar 3.5 milyar dolar Amerika Serikat.
Awal Agustus ini, Pengadilan Kepailitan Amerika Serikat mengizinkan Revlon untuk mengajukan pinjaman dana sebesar 1.8 milyar dolar Amerika Serikat kepada BrandCo Lenders, dengan harapan dana tersebut dapat membantu Revlon untuk merestrukturisasi bisnisnya, dan membayar pinjaman-pinjaman sebelumnya kepada para kreditur.
Kesimpulan Mengenai Revlon yang Ajukan Bangkrut
Bagi kamu yang menjalankan bisnis secara mandiri, atau sedang merintis bisnis, apa pelajaran yang bisa diambil dari cerita Revlon di atas?
Pertama, tentunya sebuah bisnis harus bisa beradaptasi dengan keadaan. Terutama di masa yang serba digital seperti sekarang ini.
Kamu harus bisa memantau kinerja bisnis dan perkembangan persaingan di sekitar, agar bisnismu bisa bertahan sekaligus berkembang.
Kedua, ikutilah perkembangan metode pemasaran.
Pemasaran digital adalah metode yang paling murah dan paling ampuh digunakan untuk menggaet kelompok konsumen yang menjadi target bisnismu. Gunakanlah secara optimal.
Ketiga, semua keputusan bisnismu harus diambil berdasarkan perencanaan yang matang.
Hindari berutang, menjual, atau membeli sesuatu jika hal tersebut tidak berdampak positif pada bisnis ke depannya.
Jangan memutuskan sesuatu hanya karena keinginan impulsif semata, ya.
. . .
Itulah cerita singkat di balik permohonan bangkrut yang diajukan oleh perusahaan kosmetik raksasa Revlon dari Amerika Serikat.
Mudah-mudahan pembahasan di atas bisa menjadi suatu ilham atau ide bagi kamu yang juga sedang menjalankan suatu bisnis, terutama bisnis kosmetik.
Semoga bermanfaat!