Resesi ekonomi sudah sering disinyalkan terjadi di Indonesia dan juga ekonomi global.
Hal itupun terbukti, karena Indonesia bersama dengan negara lainnya mengalami laju perekonomian yang cenderung negatif ketika pandemi berlangsung.
Bahkan, hingga artikel ini dibuat, perekonomian Indonesia bersama dengan negara lainnya masih mengalami kontraksi minus, dan belum mampu kembali ke zona positif.
Tentu saja adanya fenomena ini akan menghasilkan dampak bagi masyarakat.
Tidak hanya bagi masyarakat secara individu, tetapi juga sektor industri bisnis.
Mari kita mengenal lebih dalam tentang resesi ekonomi, yuk!
Daftar Isi
- Apa Itu Resesi Ekonomi?
- Tanda-Tanda Dimulainya Resesi Ekonomi
- Apa Itu Depresi Ekonomi?
- Tanda- Tanda Dimulainya Depresi Ekonomi
- Perbedaan Resesi Ekonomi dan Depresi Ekonomi
- Penyebab Resesi Ekonomi
- Penyebab Depresi Ekonomi
- Dampak Resesi dan Depresi Ekonomi
- Cara Menghadapi Resesi dan Depresi Ekonomi
- Contoh Resesi Ekonomi Global
- Contoh Resesi Ekonomi di Indonesia
- Investasi Saat Resesi Ekonomi
Apa Itu Resesi Ekonomi?
Resesi ekonomi adalah kondisi di mana adanya penurunan roda perekonomian suatu negara yang ditandai dengan lemahnya produk domestik bruto (PDB) selama dua kuartal berturut-turut.
Tak hanya itu, ada juga penurunan penjualan ritel dan kenaikan tingkat pengangguran sebagai tanda adanya resesi ekonomi.
Dengan kata lain, resesi ekonomi adalah pelambatan atau adanya kontraksi besar dalam sebuah kegiatan ekonomi.
Bahkan, resesi sendiri berarti adanya penurunan yang signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam beberapa bulan.
Saat resesi terjadi, bahkan lazim lho hukumnya pertumbuhan bisa negatif bahkan sampai 0% atau minus dalam kondisi terburuk.
Hal ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi menjadi indikator utama dalam mengukur perkembangan dan kemajuan suatu negara.
Lalu, bagaimana sebuah negara bisa dibilang mengalami resesi ekonomi?
Secara garis besar, banyak kalangan yang menyebutkan kalau negara mengalami resesi ketika pertumbuhan PDB sudah negatif dalam dua kuartal berturut-turut atau lebih.
Tanda-Tanda Dimulainya Resesi Ekonomi
Seperti halnya fenomena ekonomi lainnya, ketika sebuah negara mengalami resesi ekonomi maka terdapat tanda-tanda yang biasanya terjadi.
Bahkan tanda-tanda yang ada bisa dirasakan, dan terlihat perubahannya secara konkret.
Lalu, sekiranya apa saja tanda-tanda dimulainya resesi ekonomi?
Dilansir dari cncb.com, berikut tanda-tanda mayoritas dimulainya sebuah resesi ekonomi.
1. Turunnya Suka Bunga di Pasar Obligasi
Indikator dimulainya resesi ekonomi yang paling banyak dibicarakan adalah turunnya suku bunga atau biasa dibilang kurva terbalik.
Adapun, penyebab turunnnya suku bunga obligasi, mengikuti turunnya suku bunga acuan.
Bank Sentral menurunkan suku bunga acuan secara bertahap, ketika melihat kondisi perekonomian tidak menentu.
Di pasar yang sehat, obligasi jangka panjang bisanya memiliki tingkat bunga yang lebih tinggi daripada obligasi jangka pendek.
Nah, ketika obligasi jangka pendek menghasilkan yang sebaliknya, yaitu lebih tinggi daripada obligasi jangka panjang terjadilah inversi dari kurva hasil.
Adanya fenomena di pasar obligasi ini bisa dibilang sinyal terpercaya secara historis dalam menunjukan adanya resesi ekonomi.
Menurut Credit Suisse, salah satu bank investasi dan manajemen investasi terkemuka di dunia, resesi akan terjadi 22 bulan setelah terjadinya inversi rata-rata.
2. Adanya Penurunan PDB
Ekonomi suatu negara bisa disebut mengalami resesi apabila Produk Domestik Bruto atau PDB mengalami penurunan selama 2 kuartal berturut-turut.
Dalam ekonomi global, pertumbuhan ekonomi selalu digunakan sebagai tumpuan untuk menentukan baik atau buruknya kondisi ekonomi suatu negara.
Adapun, acuan yang digunakan untuk menentukan pertumbuhan ekonomi adalah nilai produk domestik bruto atau PDB yang merupakan hasil dari jumlah konsumsi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan investasi lalu dikurangi hasil penjumlahan impor.
Kondisi ekonomi terbilang kuat ketika nilai PDB nya mengalami kenaikan secara signifikan.
Nah sebaliknya, jika PDB mengalami penurunan dari tahun ke tahun, maka pertumbuhan ekonomi dari negara tersebut sedang lesu atau mengalami resesi ekonomi.
3. Laba Perusahaan Menurun
Laba perusahaan yang menurun menjadi salah satu indikator mulainya sebuah resesi ekonomi.
Penurunan ini awalnya terjadi karena adanya ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi.
Kalau soal ekonomi tentu tidak lepas dari adanya produksi dan konsumsi.
Dua hal tersebut bisa terbilang menjadi dasar dari adanya pertumbuhan ekonomi.
Maka dari itu, ketika keduanya tidak seimbang maka siklus ekonomi juga akan mengalami masalah.
Katakanlah produksi menurun atau rendah, sedangkan konsumsinya tinggi maka kebutuhan akan meningkat dan mau tidak mau banyak perusahaan hingga pemerintah mengadakan impor.
Tak hanya itu, hal ini juga akan membuat laba perusahaan menjadi menurun, sehingga akan sangat berpengaruh dengan lemahnya pasar modal.
4. Nilai Impor Menjadi Lebih Besar Dibandingkan Ekspor
Bagi sebuah negara, melakukan kegiatan impor adalah hal wajar.
Hal tersebut bisa terbilang kerjasama antar negara, dan bisa bertujuan juga untuk memenuhi kebutuhan penduduk dalam suatu negara.
Negara yang melakukan impor, biasanya karena memang negara tersebut kekurangan komoditas sehingga tidak bisa memproduksi sendiri.
Tapi, disaat resesi akan terjadi biasanya kinerja manufaktur akan menurun, sehingga akan jarang industri ini untuk melakukan kegiatan produksi karena modalnya lemah.
Maka dari itu, karena kekurangan ini membuat negara harus melakukan impor dibandingkan ekspor.
Kalau nilai impor sudah lebih besar dibandingkan ekspor, bisa berisiko terjadinya defisit anggaran suatu negara.
5. Harga Emas yang Naik
Harga emas naik untuk sebagian orang mungkin menguntungkan, apalagi buat mereka yang melakukan investasi emas ini.
Investasi emas terbilang jenis instrumen safe haven.
Namun, tahukah kamu kalau adanya kenaikan harga emas itu berarti tanda dari menurunnya ekonomi suatu negara?
Harga emas yang melonjak naik, berkaitan dengan kurs dollar AS atas rupiah juga naik.
Sebagai contoh misalnya di Indonesia, hal ini membuktikan kalau semakin tinggi kurs dollar AS terhadap rupiah, semakin lemahnya rupiah terhadap dollar AS.
Dollar adalah mata uang yang banyak digunakan di perdagangan global, ketika mata uang suatu negara lemah terhadap kurs dollar AS hal tersebut membuktikan perekonomian suatu negara sedang tidak begitu baik.
6. Tingginya Tingkat Pengangguran
Tenaga kerja adalah salah satu faktor penting yang menggerakan perekonomian.
Dengan adanya sumber daya manusia atau tenaga kerja, suatu produksi bisa berjalan dengan maksimal.
Namun, ketika banyak perusahaan mengalami penurunan laba, dan manufaktur yang mandek maka seperti efek domino, banyak tenaga kerja yang juga terancam di PHK.
Apalagi jika ditambah pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.
Maka, tingkat pengangguran akan meningkat, dan jika terus melonjak daya beli masyarakat akan sangat rendah bahkan bisa memicu tindak kriminal.
Ingat krisis moneter tahun 1998?
Apa Itu Depresi Ekonomi?
Berbicara tentang dampak resesi ekonomi, ada juga yang namanya depresi ekonomi, yang mana hal ini berkaitan adanya.
Tapi sebenarnya apa itu Depresi Ekonomi?
Depresi ekonomi adalah keadaan ketika terjadi penurunan aktivitas ekonomi yang parah dan berkepanjangan.
Jadi, diibaratkan suatu negara mengalami resesi ekonomi ekstrim, dan tidak berangsur membaik.
Bahkan, resesi bisa terjadi hingga 3 tahun atau lebih dan menyebabkan penurunan nilai produk domestik bruto (PDB) rill minimal 10% pada tahun tertentu.
Tapi tentunya, depresi ekonomi sangat jarang terjadi dibandingkan resesi ekonomi dikarenakan suatu negara pasti melakukan segala cara untuk bisa bangkit dari resesi sehingga tidak sampai mengalami depresi ekonomi.
Dampak yang dibuat oleh depresi tentu saja lebih besar, lho.
Bahkan dalam sejarah, depresi terjadi pada 1929-1934 dimana the great depression terjadi hingga 5 tahun.
Semoga saja di kehidupan modern sekarang, depresi ekonomi tidak terjadi lagi, ya.
Tanda- Tanda Dimulainya Depresi Ekonomi
1. Memburuknya Tingkat Pengangguran yang Tak Kunjung Pulih
Tingkat pengangguran yang memburuk biasanya merupakan tanda umum dari depresi ekonomi yang akan datang.
Dengan jumlah pengangguran yang tinggi, konsumen akan kehilangan daya beli dan pada akhirnya menurunkan permintaan.
Bedanya dengan saat masih resesi, biasanya pengangguran yang tinggi dalam masa resesi hanya berlangsung dalam beberapa kuartal paling lama 3 tahun.
Walaupun sebelumnya melakukan lay-off besar-besaran, tapi tidak lama setelah ekonomi membaik perusahaan akan melakukan perekrutan kembali.
Berbeda dengan saat depresi ekonomi terjadi, pengangguran akan semakin banyak bahkan bisa hingga 5 – 10 tahun ke depan.
Banyak pabrik yang tutup juga sehingga akan lebih sulit mereka melakukan perekrutan kembali karena pabriknya juga sudah tidak memproduksi lagi.
2. Meningkatnya Inflasi
Inflasi bisa menjadi pertanda baik bahwa permintaan lebih tinggi karena pertumbuhan upah dan tenaga kerja yang kokoh. Namun, inflasi yang terlalu tinggi akan membuat orang enggan berbelanja, dan ini dapat menurunkan permintaan akan produk dan layanan.
Jika tidak kunjung diatasi, penurunan ini bisa berlangsung dalam waktu yang lama, hingga akhirnya sebuah negara mengalami depresi ekonomi besar.
3. Penjualan Properti Menurun
Dalam situasi ekonomi yang ideal, pengeluaran konsumen biasanya tinggi, termasuk penjualan rumah.
Tetapi ketika ada tanda depresi ekonomi , penjualan rumah menurun, yang menandakan jatuhnya kepercayaan terhadap perekonomian.
4. Meningkatnya Debt Default Kartu Kredit
Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitur (perusahaan) untuk membayar utang pokok dan/ atau bunganya pada waktu jatuh tempo.
Ketika penggunaan kartu kredit tinggi, biasanya itu pertanda adanya orang-orang berbelanja, yang berdampak bagus untuk PDB.
Tapi, ketika gagal bayar utang meningkat, itu bisa berarti bahwa orang-orang kehilangan kemampuan mereka untuk membayar, yang menandakan depresi ekonomi.
Perbedaan Resesi Ekonomi dan Depresi Ekonomi
Walaupun terdengar sama namun resesi dan depresi tentu saja berbeda.
Jika suatu negara mengalami resesi belum tentu juga mengalami depresi.
Tapi, jika negara mengalami depresi ekonomi, tentu sudah berarti mereka sedang resesi.
Seperti yang sudah dijelaskan, resesi ekonomi biasanya terjadi ketika produk domestik bruto (PDB) berkontraksi setidaknya selama dua kuartal dan pertumbuhan bergerak sangat lambat.
Nah, sedangkan depresi ekonomi biasanya berlangsung lebih lama dan merusak dari pada resesi.
Bahkan kontraksi ekonomi bisa berlangsung selama bertahun-tahun ke arah negatif.
Pergerakan ekonomi bukan lagi lambat, bahkan bisa dibilang stagnan.
Jika suatu negara mengalami the great depression, PDB bisa saja negatif selama 6 hingga 10 tahun, sampai melawati dekade.
Jadi bisa dipastikan kalau dampak adanya depresi ekonomi sangat besar dan parah dibandingkan resesi.
Penyebab Resesi Ekonomi
Memang, penurunan pertumbuhan produk domestik bruto disebut sebagai penyebab depresi, tapi sebenarnya hal tersebut hanyalah sinyal kuat bahwa resesi dalam suatu negara sedang berlangsung.
Maka dari itu, cari tahu yuk lebih lanjut tentang penyebab terjadinya resesi, sekiranya ada 11 hal yang perlu diketahui.
1. Hilangnya Keyakinan Dalam Investasi dan Perekonomian
Kehilangan kepercayaan mendorong konsumen untuk berhenti membeli dan beralih ke mode defensif.
Kepanikan terjadi ketika massa kritis bergerak menuju arah negatif.
Banyak bisnis menjalankan produk yang lebih sedikit, sehingga penjualan ritel melambat.
Adanya penurunan reaksi atas pesanan pasar inilah yang membuat mau tidak mau perusahaan melalukan PHK sehingga pengangguran meningkat.
Dalam situasi ini, pemerintah dan bank sentral harus turun tangan untuk memulihkan kepercayaan yang hilang.
2. Suku Bunga Tinggi
Ketika suku bunga naik, hal ini akan membatasi likuiditas uang yang tersedia untuk diinvestasikan.
Dalam hal ini belajar dari masa lalu, Federal Reserve pernah menjadi penyebab besar dalam hal ini.
The Fed sering menaikkan suku bunga untuk melindungi nilai dolar.
Misalnya, ia melakukannya untuk melawan stagflasi di akhir 1970-an, dan juga berkontribusi pada resesi 1980.
The Fed melakukan hal yang sama beberapa dekade lalu untuk melindungi hubungan dolar / emas, hal ini tentu memperburuk adanya the great depression yang sedang berlangsung.
3. Kejatuhan Pasar Saham
Hilangnya kepercayaan dalam berinvestasi secara tiba-tiba dapat menciptakan pasar bearish, hal ini akan menguras modal dari industri bisnis.
4. Harga dan Penjualan Perumahan yang Jatuh
Ini adalah pemicu awal yang memicu Resesi Hebat tahun 2008 lalu.
Banyak bank-bank akhirnya kehilangan uang karena investasi yang didasarkan pada nilai rumah mengalami penurunan.
5. Pesanan Manufaktur Melambat
Salah satu prediktor resesi adalah penurunan pesanan manufaktur.
Ketika resesi tahun 2008 lalu terjadi, pesanan barang dari manufaktur mulai turun pada Oktober 2006, jauh sebelum resesi 2008 melanda.
6. Deregulasi
Anggota parlemen dapat memicu resesi ketika mereka menghapus banyak peraturan atau undang-undang, apalagi yang berkaitan dengan ekonomi.
7. Manajemen yang Buruk
Adanya praktik bisnis yang buruk seringkali menyebabkan terjadinya resesi.
Seperti adanya krisis simpan pinjam yang menyebabkan resesi pada tahun 1990.
Lebih dari 1.000 bank, dengan total aset $500 miliar, mengalami kerugian akibat adanya kegiatan ilegal.
8. Perlambatan Pasca Perang
Ya betul, adanya perang antar negara tentu saja menjadi salah satu penyebab terjadinya resesi.
Saat negara berperang, jangankan untuk meningkatkan ekonomi, semua sumber akan dikerahkan untuk mode bertahan.
Sebagai contoh, ekonomi AS melambat setelah Perang Korea, hingga menyebabkan resesi pada tahun 1953.
9. Credit Crunch
Credit crunch adalah kondisi saat perbankan enggan menyalurkan kredit.
Hal yang mendasari hal ini terjadi biasanya karena perbankan ragu menyalurkan kredit baru karena khawatir meningkatkan kredit bermasalah atau NPL.
10. Terjadi Bubbles Burst
Bubble Burst terjadi ketika harga investasi seperti emas, saham, atau investasi properti meningkat drastis.
Hal tersebut biasanya menyebabkan para investor banyak melakukan pembelian aset yang sedang booming
11. Deflasi
Harga-harga yang jatuh dari waktu ke waktu memiliki efek yang lebih buruk pada perekonomian daripada inflasi.
Terjadinya deflasi akan mengurangi nilai barang dan jasa yang dijual di pasar, sehingga mendorong orang untuk menunggu membeli sampai harga turun.
Akibatnya permintaan pasar jadi turun dan menyebabkan resesi.
Penyebab Depresi Ekonomi
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa penyebab adanya depresi ekonomi adalah dikarenakan kondisi ekonomi yang buruk, jauh melebihi resesi.
Resesi ekonomi yang terjadi berlangsung bertahun-tahun bahkan melewati satu dekade.
Nah, berbicara tentang depresi ekonomi, fenomena bersejarah yang paling terburuk adalah The Great Depression yang pernah ada di Amerika Serikat.
Banyak sumber menyebutkan kalau terjadinya depresi ekonomi saat itu dikarenakan produksi barang yang menurun dan meningkatnya angka pengangguran.
Seperti domino, hal tersebut membuat harga saham jadi jauh lebih tinggi dari nilai sebenarnya.
Bahkan, ekonomi Amerika Serikat saat itu juga semakin buruk karena utang konsumen yang gagal bayar terus membengkak.
Padahal, awalnya Amerika hanya mengalami resesi ringan saja lho, tapi karena kondisi memburuk dan tak kunjung pulih terjadilah depresi ekonomi besar.
Depresi ekonomi ini terjadi dan berlangsung selama beberapa tahun.
Dampak Resesi dan Depresi Ekonomi
1. Daya Beli Masyarakat Turun
Dampak resesi ekonomi yang akan pertama dirasakan oleh UKM Indonesia adalah menurunnya daya beli konsumen.
Hal ini tentu diakibatkan karena jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pengangguran yang meningkat.
Terlebih lagi, di keadaan pandemi seperti sekarang, membuat banyak orang akan semakin hemat pada pendapatannya.
Mereka akan jarang melakukan pembelian atau mengonsumsi barang sekunder, atau tersier.
Hal ini tentu saja akan membuat bisnis, kehilangan jumlah konsumen yang signifikan.
Bila tidak diatasi, kerugian usaha bisa jadi sulit untuk dibendung lagi.
2. Penjualan Melambat
Bersambung dengan poin pertama, dampak resesi ekonomi berikutnya adalah penjualan yang menurun.
Adapun, hal ini dikarenakan adanya berkurangnya permintaan konsumen sehingga pertumbuhan bisnis juga melambat.
Nah, saat penjualan berjalan lambat, kemungkinan besar bisnis juga akan berhenti berkembang.
Tanda adanya dampak resesi ekonomi, akan terlihat dalam industri manufaktur.
Biasanya, produsen akan menerima pesanan dalam jumlah besar berbulan-bulan sebelumnya.
Nah, jika pesanan tersebut menurun seiring waktu, begitu pula pekerjaan pabrik.
Ketika produsen berhenti merekrut, di situlah awal mula melambatnya ekonomi lain termasuk UKM Indonesia.
3. Arus Kas Tersendat
Setelah mengalami penurunan penjualan, lantas keadaan keuangan finansial sebuah bisnis juga akan mengalami kontraksi besar.
Arus kas yang sebelumnya lancar akan mulai tersendat.
Biaya produksi sulit untuk dikeluarkan, dan utang akan menjadi pilihan untuk dapat menyelamatkan kelangsungan bisnis.
Bagi UKM Indonesia yang terbilang bukan merupakan bisnis besar, tentu akan sangat menyulitkan.
Sebagai pemilik bisnis UKM, kamu harus memutar beragam cara dan melakukan inovasi untuk bisa menghadapi tantangan bisnis ini.
4. Bisnis Gulung Tikar
Keuangan bisnis atau modal usaha menjadi tantangan besar bagi UKM Indonesia.
Jika modal usaha yang ada kurang, atau tidak bisa membiayai kebutuhan operasional, maka bisnis tidak akan berkembang seperti rencana awal.
Usaha akan berjalan secara stagnan, bahkan cenderung merugi.
Kalau sudah begini, gulung tikar bisa saja terjadi.
Cara Menghadapi Resesi dan Depresi Ekonomi
Kebijakan Fiskal
Pemerintah mempengaruhi permintaan melalui perubahan pengeluaran atau pajak.
Misalnya, pemerintah melakukan investasi dalam infrastruktur baru, sehingga bisa membantu merangsang permintaan dan menciptakan lapangan kerja, melakukan pemotongan pajak penghasilan, meningkatkan pendapatan pekerja, dan mendorong masyarakat untuk berbelanja.
Kebijakan Moneter
Bank Sentral mempengaruhi permintaan dan penawaran uang.
Misalnya:
- Pemotongan suku bunga, membuat pinjaman lebih murah dari yang seharusnya, meningkatkan pendapatan perusahaan dan rumah tangga – yang mengarah ke pembelian lebih tinggi.
- Pelonggaran kuantitatif, ketika Bank Sentral menciptakan uang dan membeli obligasi untuk mengurangi hasil obligasi.
- Uang helicopter, ketika bank sentral menciptakan (mencetak) uang dan memberikannya kepada semua orang dalam perekonomian.
Kebijakan Penawaran
Kebijakan jangka panjang untuk mencoba dan meningkatkan produktivitas serta efisiensi dalam perekonomian.
Misalnya:
- Kebijakan sisi penawaran pasar bebas untuk mengurangi intervensi pemerintah dalam ekonomi. Contoh: membuat pajak yang lebih rendah
- Kebijakan interventionist: pengeluaran pemerintah untuk membuat pendidikan dan pelatihan
Dana Talangan IMF
Keadaan di mana IMF memberikan uang untuk membendung hilangnya kepercayaan dan menerapkan kebijakan penyesuaian struktural.
Misalnya, untuk pengumpulan pajak yang lebih baik, privatisasi, dan liberalisasi harga.
Dana talangan pemerintah untuk industri / bank
Hal ini dilakukan untuk mencegah hilangnya kepercayaan pada sektor keuangan selama resesi dan depresi ekonomi berlangsung.
Lalu, bagaimana industri bisnis menghadapi resesi?
Review Kembali Model Bisnis yang Ada
Setiap bisnis, tentu memiliki model bisnis sebelum menjalankannya.
Nah, jika kamu sudah memiliki bisnis berjalan, lakukan peninjauan ulang akan rencana-rencana yang sudah dibuat.
Misalnya, jika sebelumnya meninjau keuangan hanya sebulan sekali, sekarang lakukanlah lebih sering.
Belum memiliki laporan keuangan?
Kalau begitu inilah saat yang tepat untuk mulai menerapkannya dalam bisnis UKM kamu.
Tidak perlu rumit, laporan keuangan bisa mulai dibuat dengan sesederhana mungkin, kok.
Selain itu, kamu juga bisa melakukan perubahan rencana yang disesuaikan dengan keadaan sekarang.
Jadi, jika tak memungkinkan, jangan memaksa untuk tetap berpaku pada rencana yang sudah dibuat.
Sediakan Uang Tunai
Uang tunai adalah raja supaya bisa bertahan dari dampak resesi ekonomi yang ada.
Likuiditas arus kas, dan penjualan adalah kunci bisnis yang kebal resesi.
Pastikan kamu hanya mengeluarkan uang untuk hal-hal penting dan signifikan.
Selain itu, jangan dulu untuk menumpuk modal dalam bentuk barang.
Alasannya, karena daya beli konsumen melemah saat ini, jumlah produk yang biasanya bisa terjual dalam sebulan, kemungkinan sekarang akan membutuhkan waktu lebih lama.
Terus Berinovasi dan Berkreasi
Ditengah dampak resesi ekonomi seperti sekarang, kamu diharapkan untuk tidak menjalankan bisnis seperti biasanya.
Tapi, kembangkan inovasi dan kreativitas dalam bisnis kamu supaya bisa bertahan.
Kamu harus bisa menangkap peluang yang ada, meski mungkin awalnya harus mengorbankan keuntungan.
Misalnya, memberikan diskon atau paketan bundling.
Tapi jika belum berhasil, mungkin bisa pelan-pelan mengubah haluan bisnis yang memang sedang dibutuhkan masyarakat luas.
Cari Tahu Bantuan yang Ada
Demi menanggulangi dampak resesi ekonomi yang ada, pemerintah pun melakukan beragam bantuan untuk membantu usaha khususnya UKM Indonesia.
Kamu bisa bertanya kepada bank atau lembaga peminjam konvensional lain, apakah bisa untuk melakukan restrukturisasi atau menunda pembayaran pokok serta bunga cicilan yang ada.
Selain itu, kamu pun bisa memanfaatkan subsidi listrik pemerintah.
Selain itu, kamu juga dapat memanfaatkan solusi pembiayaan bisnis dari fintech yang sekarang sudah banyak tersebar.
Biasanya, meminjam modal usaha melalui fintech tidak memerlukan banyak syarat kompleks seperti ketika meminjam di lembaga keuangan konvensional seperti bank.
Tetapi, kamu harus pastikan memilih fintech yang sudah berizin di OJK, dan memiliki rekam jejak yang baik.
Salah satunya adalah meminjam modal tambahan bisnis di KoinBisnis dari KoinWorks.
Kamu bisa mendapatkan modal usaha hingga Rp2 miliar dengan bunga rendah mulai dari 0,75% per bulan.
Tenor fleksibel hingga 24 bulan, jadi bisa disesuaikan sesuai kemampuan bisnis.
Cara mengajukannya juga sangat mudah.
Kamu cukup unduh aplikasi KoinWorks,lalu semua proses pengajuan akan dilakukan secara online hanya melalui ponsel.
Untuk bisa mengajukan pinjaman di KoinBisnis, usia usaha Anda harus minimal 2 tahun atau 6 bulan jika Anda memiliki toko online. Kami mohon maaf sebelumnya. Setelah melakukan penilaian, kami mohon maaf untuk saat ini belum bisa menerima pengajuan pinjaman Anda. Hal ini dikarenakan, kami menemukan pengeluaran Anda ditambah dengan cicilan, lebih besar dibandingkan pendapatan.
Data Semua Kewajiban
Pastikan posisi kas tidak mengkhawatirkan dan jangan anggap remeh kewajiban yang harus dibayarkan atau jatuh tempo.
Telaah lagi laporan keuangan yang ada, dan cari tahu sekiranya berapa jumlah kewajiban, aset serta piutang yang belum tertagihkan.
Jika kamu masih memiliki piutang dari pihak ketiga, inilah saat yang tepat untuk menagih dan menjadikannya ekstra kas.
Contoh Resesi Ekonomi Global
Krisis Ekonomi Saat Pandemi COVID-19
Guncangan yang cepat dan masif dari pandemi virus corona, dan langkah-langkah yang dilakukan untuk menanggulanginya telah menjerumuskan ekonomi global ke dalam kontraksi yang cukup parah.
Berdasarkan Bank Dunia, ekonomi global menyusut 5,2% tahun pertama pandemi.
Hal tersebut mewakili resesi terdalam sejak Perang Dunia Kedua, dengan sebagian besar ekonomi mengalami penurunan output per kapita sejak 1870.
Kegiatan ekonomi di antara negara-negara maju diperkirakan menyusut 7% pada tahun 2020 karena permintaan dan penawaran domestik, perdagangan, dan keuangan sudah sangat terganggu.
Negara berkembang juga mengalami penyusutan 2,5%, kontraksi pertama mereka yang harus dilalui setelah enam puluh tahun.
Pendapatan per kapita juga turun 3,6%, dan membuat jutaan orang jatuh miskin di tahun pertama pandemi.
Bahkan, banyaknya pengangguran juga tak terelakan lagi.
Pukulan paling parah terjadi di negara-negara yang terdampak di mana memiliki ketergantungan yang besar pada perdagangan global, pariwisata, ekspor komoditas, dan pembiayaan eksternal.
Meskipun besaran gangguan akan bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lain, semua negara berkembang memiliki kerentanan yang diperbesar oleh guncangan eksternal yang ada.
Selain itu, adanya gangguan dari akses pendidikan seperti sekolah dan kesehatan dasar memiliki dampak jangka panjang pada pengembangan sumber daya manusia ke depannya.
Amerika Serikat
Resesi Tahun 1937 – 1938
Menurut National Bureau of Economic Research, kontraksi 1937, yang berlangsung dari Mei 1937 hingga Juni 1938, adalah resesi terburuk ketiga di Amerika pada abad kedua puluh, paling rendah dibandingkan dengan penurunan 1920 dan 1929.
Beberapa statistik mengungkapkan parahnya resesi tahun 1937, seperti PDB riil turun 10 persen.
Selain itu, pengangguran meningkat drastis mencapai 20 persen belum lagi produksi industri yang menurun hingga 32 persen.
Kemungkinan penyebab terjadinya resesi tersebut adalah adanya kontraksi dalam jumlah uang beredar yang disebabkan oleh kebijakan Federal Reserve dan Departemen Keuangan serta kebijakan fiskal kontraktif.
Pada tahun 1936, untuk mencegah “ekspansi kredit yang merugikan,” para pembuat kebijakan The Fed menggandakan rasio persyaratan cadangan untuk menyerap kelebihan cadangan bank (yang merupakan uang di atas jumlah yang bank harus pegang sebagai sebagian kecil dari simpanan pelanggan).
Cadangan berlebih rata-rata sekitar $500 juta pada tahun 1933.
Tetapi, hal itu membengkak dari $859 juta pada Desember 1933 menjadi lebih dari $3,3 miliar pada Desember 1935.
Resesi Ekonomi Akibat Perang Dunia Kedua dan Perang Korea 1953 – 1954
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa perang yang terjadi juga bisa menjadi penyebab adanya guncangan ekonomi.
Resesi yang relatif singkat dan ringan ini terjadi paska perang dunia II karena pengeluaran militer pemerintah yang besar mengering setelah berakhirnya Perang Korea.
Selama kontraksi 10 bulan, PDB turun 2,2 persen dan pengangguran mencapai puncaknya sekitar 6 persen.
Resesi pasca-Perang Korea diperburuk oleh kebijakan moneter Federal Reserve, di mana Fed menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi yang tinggi yang disebabkan oleh masuknya dolar ke dalam ekonomi masa perang.
Suku bunga yang lebih tinggi memang dimaksudkan untuk memperlambat inflasi, tetapi hal tersebut juga menurunkan kepercayaan terhadap perekonomian dan menurunkan permintaan konsumen di pasar.
Faktanya, salah satu alasan utama terjadinya resesi ini adalah karena The Fed memutuskan untuk menurunkan kembali suku bunga pada tahun 1953.
Asian 1957 Flu Pandemic
Pada tahun 1957, pandemi Flu Asia menyebar dari Hong Kong ke seluruh India, hingga ke Eropa dan Amerika Serikat.
Pandemi ini menewaskan lebih dari satu juta orang di seluruh dunia.
Selain itu, penyakit ini juga memicu resesi global yang memangkas ekspor AS lebih dari $ 4 miliar.
Tapi sekali lagi, masalah ekonomi ini kembali diperparah oleh the Fed yang menaikkan suku bunga untuk memperlambat inflasi.
Padahal suku bunga telah meningkat selama tahun 1950-an.
Daya beli konsumen melemah dan ekonomi AS tenggelam dalam resesi delapan bulan di mana PDB menyusut 3,3 persen dan pengangguran naik menjadi 6,2 persen.
Inflasi Tinggi 1960-1961
Dua tahun setelah Richard M. Nixon menjadi wakil presiden, AS kembali mengalami resesi lagi.
Nixon menyalahkan kemerosotan ekonomi atas kekalahannya dari John F. Kennedy dalam pemilihan presiden 1960.
Resesi ini berdampak PDB yang turun 2,4 persen dan pengangguran mencapai hampir 7 persen.
Ada dua penyebab utama resesi yang berlangsung selama 10 bulan ini, yaitu:
- Adanya “penyesuaian bergulir” di beberapa industri besar, seperti industri mobil terkenal. Konsumen mulai membeli lebih banyak mobil asing secara masif dan membuat industri mobil AS harus memangkas inventaris dan menyesuaikan dengan selera yang berubah, yang berarti pengurangan keuntungan.
- The Fed yang kembali menaikkan suku bunga dengan cepat setelah resesi sebelumnya dalam upaya berkelanjutan untuk mengendalikan inflasi.
Contoh Resesi Ekonomi di Indonesia
Akibat Krisis Finansial Asia Hingga Krisis Moneter 1997-1998
Krisis finansial asia adalah periode krisis keuangan yang dialami oleh hampir seluruh Asia Timur pada Juli 1997 dan menimbulkan kepanikan.
Hal ini bahkan membuat ekonomi dunia runtuh, lho.
Krisis ini bermula di Thailand di mana nilai mata uang baht jatuh setelah pemerintah Thailand terpaksa mengambangkan baht karena sedikitnya valuta asing.
Pada bulan Juni 1997 tersebut, sebenarnya Indonesia terlihat jauh dari krisis, di mana Indonesia memiliki inflasi yang rendah, surplus perdagangan lebih dari US$900 juta, cadangan devisa yang besar, lebih dari US$20 miliar, dan perbankan yang baik.
Indonesia mulai terserang resesi kuat pada 14 Agustus 1997, di mana rupiah jatuh lebih dalam sampai membuat harus meminta bantuan IMF sebesar 23 miliar dolar.
Tapi, rupiah jatuh lebih dalam lagi karena adanya banyak utang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat, hingga akhirnya Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September.
Akibat penurunan nilai rupiah, banyak perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya besar dan kerugian.
Akibatnya, banyak rakyat yang bereaksi dengan menukarkan rupiah dengan dolar AS, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.
Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di Indonesia. Pada bulan Februari 1998, Presiden Soeharto memecat Gubernur Bank Indonesia, Sudrajad Djiwandono.
Sebelum akhirnya, Presiden Soeharto dipaksa untuk mundur pada tanggal 21 Mei 1998 dan B. J. Habibie diangkat menjadi presiden. Mulai dari sini krisis moneter Indonesia memuncak.
Dilansir dari Tirto, selama Juli hingga Desember 1997 rupiah mengalami depresiasi yang sangat besar.
Berdasarkan kajian Bank Dunia bertajuk “Indonesia in Crisis, A Macroeconomic Update” yang diterbitkan pada Juli 1998, nilai rupiah terhadap dolar AS merosot 10,7% pada Juli, 25,7% pada Agustus, 39,8% pada September, 55,6% pada Oktober dan November, serta 109,6% pada Desember.
Setelah itu, pemerintah lalu mengeluarkan pengumuman yang akhirnya bisa meredam laju melemahnya rupiah terhadap dolar AS yaitu adanya rencana restrukturisasi bank-bank bermasalah dan mengatasi utang-utang swasta jatuh tempo.
Guncangan finansial yang datang bertubi-tubi itu dibarengi kondisi politik yang semakin buruk.
Adapun resesi ekonomi yang bertubi-tubi tersebut dibarengi dengan kondisi politik yang semakin buruk.
Masih ingat kerusuhan Mei 1998 di berbagai wilayah?
Pada masa-masa tersebut, rupiah anjlok hingga 50% dari yang tadinya Rp8.000 per dolar AS di awal bulan Mei menjadi Rp16.000 di bulan Juni.
Kondisi Indonesia pada masa tersebut sangat kacau.
Bahkan, berdasarkan data Bank Dunia, di tahun 1998 ekonomi Indonesia mengalami kontraksi hingga 14%, tingkat kemiskinan melonjak dua kali lipat menjadi 28%, dan inflasi tinggi sampai 80%.
Tak hanya itu, sistem perbankan juga kolaps, dan banyak korporasi berjatuhan.
Keadaan Ekonomi Indonesia Pandemi COVID-19
Di saat pandemi hampir seluruh dunia mengalami resesi akibat COVID-19 yang dimulai sejak tahun 2020 lalu.
Menurut Sri Mulyani, dari 193 negara yang ada di PBB, 170 negara mengalami kontraksi ekonomi.
Ekonomi Indonesia sendiri mengalami resesi, yang bisa dibilang terdalam sejak krisis 1997-1998 yang dibahas di atas.
Bahkan PDB di tahun 2020 minus sebesar 2,07%. Namun kendati demikian, keadaan Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan kelompok G2), ASEAN bahkan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang rata-rata lebih dalam dari Indonesia.
Pandemi yang tidak berangsur pulih, tentu saja akan membawa efek negatif kepada semua sektor.
Maka dari itu, pemerintah pun mengesahkan UU No.2/2021 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19.
Investasi Saat Resesi Ekonomi
Jadi, apakah yang bisa kamu lakukan ketika melakukan investasi saat resesi?
Resesi mungkin bisa dibilang sebuah fenomena negatif.
Namun, bagi kamu yang ingin investasi saat resesi demi mengambangkan dana, kondisi ini bisa sangat membantu lho.
Alasannya karena saat resesi ekonomi terjadi, nilai – nilai aset akan turun, sebutlah saham, properti dan reksa dana.
Nah, kamu bisa mengambil kesempatan ini untuk membeli instrumen investasi atau aset yang harganya lebih murah.
Tapi sebelumnya perlu dicatat bahwa ketika melakukan sebuah investasi saat resesi, jangan mengharapkan imbal hasil secepatnya.
Resesi ekonomi Indonesia berlangsung dalam jangka waktu yang tidak singkat.
Itu berarti, instrumen yang kamu beli mungkin saja akan mengalami penurunan nilai ke depannya.
Jadi, sebelum melakukan investasi saat resesi, pastikan kamu memperhitungkan keadaan finansial kamu.
Keadaan finansial kamu harus tetap mampu menghidupi kebutuhan sehari-hari.
Tak hanya itu, kamu juga wajib tetap menyisihkan uang untuk dana darurat, ya.
Penting untuk tetap terjamin secara finansial sebelum melakukan investasi.
Maka dari itu, tak perlu gegabah dan selalu alokasikan dana investasi dengan penuh perhitungan, ya.
Minimalisir Kerugian dengan Diversifikasi
Cara kedua supaya kamu dapat tetap nyaman investasi saat resesi adalah dengan melakukan diversifikasi.
Diversifikasi adalah metode yang sudah cukup populer digunakan oleh investor, di mana kamu dapat menyebarkan alokasi dana investasi ke baragam instrumen dengan jenis, jangka waktu hingga risiko yang berbeda-beda.
Lalu, kenapa hal ini penting dilakukan?
Pernah dengan pepatah “jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang, sehingga jika satu keranjang jatuh masih ada telur yang selamat” ?
Pepatah tersebut sangat dijadikan pedomen oleh banyak investor sukes di luar sana.
Adapun arti dari pepatah tersebut adalah, kamu harus menyebarkan dana investasi ke beragam instrumen untuk meminimalisir kerugian.
Dengan begitu, jika salah satu instrumen kamu mengalami kerugian.
Maka, kamu akan memiliki insturmen investasi lainnya.
Jadi, kamu tidak terkena dampak signifikan terhadap kerugian tersebut.
Banyak lho instrumen inevestasi yang bisa kamu pilih untuk melakukan diversifikasi, misalnya mulai dari yang high return – high risk seperti saham, hingga instrumen safe haven seperti emas.
Jika ingin mudah melakukan diversifikasi aset, hanya melalui satu dasbor, kamu bisa melakukannya di Aplikasi KoinWorks, Super Financial App.
KoinWorks, memiliki beragam produk finansial yang bisa kamu pilih, mulai dari produk pendanaan seperti KoinP2P dan KoinRobo, Investasi Surat Berharga Negara di KoinBond, hingga jual-beli emas melalui KoinGold.
Di KoinP2P kamu dapat melakukan pendanaan ke beragam pinjaman yang berasal dari UKM Indonesia mulai dari Rp100.000 dan mendapatkan imbal hasil efektif hingga 18% per tahun.
Nah, di KoinRobo kamu bisa mendanai ke beragam pinjaman yang memberikan dampak sosial, dengan imbal hasil terprediksi hingga 16% per tahun.
Kamu bisa menabung emas digital mulai dari Rp10.000, tanpa dipotong biaya admin dengan mudah, dan fleksibel melalui KoinGold.
Sedangkan, jika kamu ingin membeli Investasi Surat Berharga Negara (SBN) milik pemerintah sekaligus m embantu perekonomian negara, kamu bisa mengaksesnya melalui KoinBond.
Kamu bisa melakukan semuanya ini, dengan mengunduh dan menggunakan Aplikasi KoinWorks.
Portofolionya juga bisa kamu lihat hanya dalam satu akses.
Dengan begitu, kamu akan lebih mudah dalam melakukan pengecekan akan berapa aset yang kamu miliki, dan merencanakan langkah selanjutnya supaya tujuan finansialmu tercapai.
Jadi, jangan takut dan khawatir untuk melakukan investasi saat resesi.
Dengan catatan, kamu harus tetap bijak dalam mengalokasikan dana yang digunakan untuk investasi saat resesi, ya.
Tertarik melakukan pendanaan?
Yuk, hitung dulu simulasinya!